Wednesday, April 15, 2015


Opini publik adalah pengumpulan citra yang diciptakan oleh proses komunikasi. Gambaran tentang sesuatu akan menimbulkan banyak tafsir bagi para peserta komunikasi. Sesuatu akan berbentuk abstrak atau konkret dan selalu bermuka banyak atau berdimensi jamak karena adanya berbagai perbedaan penafsiran (persepsi) yang terjadi di antara peserta komunikasi. Pergeseran citra pada opini publik ini tergantung pada siapa saja yang terlibat dalam proses komunikasi. Setiap kali jaringan komunikasi berubah, opini publik juga berubah. Perubahan opini publik merupakan “dinamika komunikasi”, sedangkan substansi opini publik tidak berubah. Substansi tidak berubah karena ketika proses pembentukan opini publik berlangsung, pengalaman dari peserta komunikasi itu telah terjadi.
Menurut Redi Panuju ada beberapa factor yang menyebabkan dinamika opini public :
1)      FAKTOR PSIKOLOGIS
Tidak ada kesamaan antara individu yang satu dengan lainnya, yang ada hanya kemiripan yang memiliki banyak perbedaan. Perbedaanmas antar individu yang meliputi hobi, kepentingan, pengalaman, selera, dan kerangka berpikir menjadikan setiap individu berbeda bentuk dan cara merespon stimulus atau rangsangan yang menghampirinya. Perbedaan faktor psikologis menyebabkan pemaknaan terhadap kenyataan yang sama bisa menghasilkan penyandian yang berbeda-beda. Bisa saja output komunikasi tidak sama dengan input komunikasi karena perbedaan beberapa unsur yang bekerja dalam seleksi internal yang meliputi dimensi pemikiran (kognisi) dan dimensi emosi (afeksi).
Contoh            :
Perkelahian, atau yang sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan hanya antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
Di kota-kota besar, tawuran ini sering terjadi, data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat, bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak, paling tidak ada empat kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 di antaranya adalah sekolah menengah umum. Begitu juga dari tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga mampu secara ekonomi, tuduhan lain juga sering dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering tidak berada di rumah.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu, terutama di kota besar, masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency), kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat, sedangkan pada delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.

2)      FAKTOR SOSIOLOGI BUDAYA
Opini publik terlibat dalam interaksi sosial.

a.Opini publik menunjukkan citra superioritas
b. Opini publik menunjukkan keikutsertaan individu ke kejadian tertentu
c. Opini publik berhubungan dengan citra, rencana, dan operasi (action)
d. Opini publik sesuai dengan kemauan banyak orang

e. Opini publik identik dengan hegemoni ideology

Contoh            :
Kekuasaan negara ada yang berdampak positif dan negatif, seperti yang di ceritakan film yang berjudul the new rules of the world diproduksi pada tahun 2002. Film tersebut menceritakan penguasa baru dunia yang berpengaruh terhadap kekuasaan negara di Indonesia. Tidak hanya pemimpin negara yang bisa menguasai negara tetapi pengusaha yang sukses, memiliki modal atau harta yang berlimpah bisa menguasai bangsa negara ini. Pengusaha yang dari luar negeri membangun usaha di negeri ini begitu sukses, menciptakan merek-merek produk terkenal didunia yang dikerjakan oleh buruh Indonesia dengan upah yang sangat mengiris hati dan jam kerja yang tak kenal waktu.

Keuntungan dari penjualan produk yang membawa kejayaan bagi si pemilik usaha namun orang-orang yang bekerja di perusahaannya menderita. Pemerintah pun tak bisa berkutik menaggapi hal tersebut karena uang bisa melumpuhkan peran pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Hal tersebut bisa membawa opini publik yang negatif yakni rakyat tak percaya dengan kinerja pemerintah. Kode etik yang dibuat oleh perusahaan seakan-akan hanya untuk keamanan pemilik dan perusahaan, tidak untuk keamanan para buruh.

Saat rezim Soeharto, bank dunia telah meminjamkan uang untuk negara ini namun kenyataannya uang tersebut tidak dipakai oleh rakyat tapi diambil oleh Soeharto sendiri. Alhasil dari generasi ke generasi dari bangsa ini harus membyar hutang itu, yang diatur oleh pemerintah dengan cara meningkatkan biaya pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain. Meskipun negara ini sangat kaya dengan sumber daya alamnya namun manusianya tetap miskin karena segala macam masalah perekonomian negara ini. Dari politik dan berpolitikan ke kerja nyata untuk memperbaiki perikehidupan sosial ekonomi negara dan masyarakat dan mengambil sikap terbuka sehingga bisa memanfaatkan sumber hubungan, bantuan dan kerja sama internasional. Adalah kecerdasan Presiden Soeharto dan keterbukaannya yang tahu diri.

Masa jabatan Soeharto sebagai presiden selama 32 tahun ini dinilai masyarakat Indonesia terlalu lama dan menimbulkan banyaknya prespektif negatif mengenai gaya kepemimpinan Pak Harto. Media turut mendukung dalam membentuk opini publik yang mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Soeharto kurang tepat dan Pemerintahan pada saat itu dianggap banyak yang melakukan korupsi, sehingga menyebabkan hutang Negara melambung tinggi.

Indonesia yang memiliki sistem politik yang demokrasi merupakan landasan bagi bangsa untuk bersuara bebas didepan khalayak salah satu contohnya yakni oponi publik. Negara dalam keadaan krisis kepercayaan seperti di Indonesia sat turunnya kepemimpinan Soeharto sampai saat ini, opini publik mampu menempatkan kedudukan yang tinggi. Opini publik yang sering terjadi yakni dari kalangan Mahasiswa, mahasiswa sering disebut merupakan tambang emas masyarakat karena mampu menyuarakan kritikannya terhadap problematika negara. Kritikan yang dilakukan mahasiswa sering dilakukan dengan cara berdemo, Demonstrasi yang marak terjadi di kampus-kampus perguruan tinggi di Indonesia telah menempatkan begitu diseganinya publik kampus sehingga opini publik yang berasal dari kampus ini menjadi berita utama media massa di Indonesia.

 Opini publik menampakkan kekuatan yang besar sekali sebagai sarana pemersatu atau kesatuan menghadapi segala sesuatu yang dianggap tidak berjalan sebagaimana mestinya di negara Indonesia. Opini para mahasiswa di kampus-kampus terkenal, baik PTN maupun PTS menjadi perhatian utama untuk pemegang kebijaksanaan pemerintahan Negara Indonesia. Suara atau opini publik kampus, menjadi pemberitaan di media massa pers baik surat kabar, majalah-majalah berita, ataupun internet. Demikian juga pada media massa televisi, hampir setiap stasiun televisi swasta menayangkan gerakan mahasiswa di kampus-kampus yang berisi pernyataan mereka dalam menghadapi krisis kepercayaan terhadap pemerintah.

Opini mahasiswa ini adalah opini publik kampus menghadapi situasi ekonomi, politik, dan sosial-budaya yang melanda Indonesia. Krisis kepercayaan pada pemerintah ini tidak dapat membentuk opini publik keseluruhan masyarakat yang menaruh perhatian pada situasi yang berat di negara Indonesia. Opini publik yang berasal dari gerakan mahasiswa ini merupakan kekuatan yang patut diperhatikan oleh pemerintah dengan aparaturnya dalam menentukan kebijaksanaan yang tepat untuk mengatasi segala permasalahan yang melanda negara Indonesia. Keputusan yang tepat yang akan diambil pemerintah, patut memperhatikan kekuatan opini publik yang berasal dari gerakan mahasiswa. Opini publik yang berasal dari kampus jangan dicurigai sebagai sesuatu yang membahayakan, tetapi pemerintah perlu memasukkan sebagai suatu masukkan yang berharga.

3)      FAKTOR BUDAYA
Budaya mempunyai pengertian yang beragam. Budaya adalah seperangkat nilai yang digunakan mengelola, memelihara hidupnya, menjaga dari gangguan internal maupun eksternal, dan mengembangkan kehidupan manusia. Nilai-nilai yang terhimpun dalam sistem budaya itu oleh individu dijadikan identitas sosialnya atau dijadikan ciri-ciri keanggotanyadikomunitasbudayatertentu.

Para budayawan di Indonesia pernah menggagas nilai-nilai yang seharusnya dikembangkan bangsa Indonesia ke depan. Misalnya, mereka membedakan budaya Indonesia dari budaya Jawa dan Batak. Untungnya, dalam masyarakat kita masing-masing kelompok budaya sudah dibekali nilai-nilai toleransi sehingga perbedaan-perbedaan hanya terkumpul dalam opini publik, tetapi tidak meledak ke dalam konflik terbuka.
Contoh            :
Tragedi kriminalisasi KPK seperti halnya drama politik yang akhir-akhir ini mampu membius jutaan masyarakat indonesia.Bagaimana tidak program 100 hari bagi kabinet bersatu jilid 2 saja tidak mampu mengalahkan rating kriminalisasi KPK ini.Jikalaupun ada semacam penghargaan bagi actor politik dan drama politik pastilah KPK akan menyabet seabrek penghargaan di samping rival ketatnya yaitu kepolisian kita.Saling menghujat sana-sini, dengan berbagai bukti, yang entah kebenarannya masih dalam pengujian.Kita tentu masih ingat ketika kita dalam persidangan di MK, suswono, mantan kabareskrim, yang katanya di pecat, dengan nada penyesalan dia dan menyebut nama Allah mengungkapkan bahwa dirinya bener-bener tidak sesuai dengan apa yang di tuduhkan.Mungkin jika kita mencermati kejadian itu, tentu kita akan terbawah emosi, dimana kita akan membenarkan apa yang di katakana olehnya.
Dan pada perkembangan terakir akhir-akhri ini, kita masih ingat ketika tersangkah pembunuhan Nasrudin,direktur rajawali, yaitu antasari mantan ketua KPK.Setelah mendengar kesaksian yang mengemparkan persidangan, yaitu dari pengakuan si x menangis teseduh-seduh,”kebenaran sudah mulai terungkap”, itu adalah salah satu petikan kata yang sempat di lontarkan antasari.Kita juga masih ingat ketika kapolri memberikan klarifikasi di depan komisi 3 DPR, ada salah sala satu kutipan beliau,yaitu menyebutkan bahwa terdakwa bibit-candra di sinyalir melakukan pemerasan.setelah di kroscek ternyata itu masih dalam dugaan sementara.ibaratnya suasana perpolitikan kita seperti halnya “panggung sandiwara kaum berdasi”.
Terlepas dari permaslahan itu, akhir-akhir ini ada indikasi bahwa system perpolitkan di Negara kita mulai mengalami masa-masa transisi.Dimana perpolitikan kita sangat muda di dibuat seperti halnya sebuah permainan strategi, guna memenuhi kepentingan pribadi dan  para antek-antek politik kita.Dan akhirnya yang ada adalah kepentingan rakyat menjadi korban.Tapi anehnya dalam suatu konflik politik muncul fenomena “politik heroid”, dimana muncul sosok yang menjadi pujaan rakyat.kita masih ingat munculnya gerakan 1.000.000 pendukung KPK di dunia maya.Tentunya ini hal yang sangat lumrah,karena rakyat punyak standar siapa para politikus yang baik dan yang tidak.Namun alangkah baiknya sifat “netralisasi” masyarakat harus lebih di tonjolkan,Masyarakat seharusnya difungsikan sebagai control atas berjalannya sufermasi hukum di Negara ini.Jadi masyarkat kita fungsikan sebagai pengadilan rakyat.Dan pada akhirnya yang adalah bukan saling dukung-mendukung salah satu lembaga, namun lebih mendukung pada nilai-nilai kebenaran berdasarkan hokum yang berlaku.


4)      FAKTOR MEDIA MASSA
Menurut Meyer, yang dikutip Redi Panuju, interaksi antara media dan institusi masyarakat menghasilkan produk berupa isi media (media content). Audiens menyebabkan isi media diubah menjadi gugusan-gugusan makna. Apakah yang dihasilkan dari proses penyandian pesan itu, menurut Meyer, sangat ditentukan oleh norma yang berlaku dalam masyarakatnya, pengalaman individu yang lalu, kepribadian individu, dan selektivitas penafsiran.

Contoh            :
 Gempa yang terjadi di Sumatera Barat dapat menimbulkan kesan yang sama pada orang di Bandung atau di Samarinda. Persepsi mereka terhadap pemberitaan media massa akan cenderung sama, yaitu sedih, iba, ingin membantu, dan sebagainya. Hal ini tentunya membawa dampak positif bagi masyarakat, yakni membantu mempercepat masyarakat untuk mendapat informasi terbaru mengenai suatu peristiwa. Media massa juga membantu masyarakat untuk menolong korban gempa di pariaman dan sekitarnya, dengan pemberitaan bantuan untuk korban gempa, seperti "X peduli gempa padang", "dompet amal gempa padang" dan sebagainya. Ada juga dampak negatif dari menjadi nyatanya konsep desa global ini, yakni siapapun dapat mengakses apapun, misalnya anak kecil yang dapat mengakses berita kekerasan lewat tayangan televisi, atau melihat video porno di internet. Masyarakat sendiri yang harus bisa menyaring apa yang mereka anggap baik mereka.


Lencana Facebook

Popular Posts

Popular Posts